Medianda – Sahabat media
Kelahiran anak adalah merupakan suatu kebahagiaan tersendiri bagi orang tua,
yang merupakan hasil dari sebuah pernikahan yang di ridhai Allah SWT, begitu
juga anak adalah titipan dari Allah, amanah yang harus di jaga dan dijalankan
sesuai dengan kewajiban-kewajibanya sebagai orang tua yang kelak harus di
pertanggungjawabkan di akherat nanti, kewajiban kedua orang tua terhadap
anaknya adalah memberikan pendidikan agama yang cukup, di samping memberikan
pendidikan pengetahuan umum lainya,kewajiban kedua orang tua terhadap anaknya
bisa juga di tuangkan lewat do’a-do’a memohon kepada Allah agar anak-anaknya di
jadikan anak yang sholeh-sholeha, do’a kedua orang tua terhadap anaknya salah
satu do’a yang paling maqbul diantara do’a-do’a yang lainya.
Kewajiban seorang ayah
ketika anak baru lahir adalah mengadzaninya. Seorang bayi yang baru lahir wajib
dipedengarkan lafadz Adzan. Mengumandangkan Adzan pada bayi adalah tugas
ayahnya. Adzan adalah lafadz yang bermakna untuk melaksanakan ibadah kepada
Allah Yang Maha Esa. Dalam Islam suara Adzan adalah suara pertama yang bayi
dengarkan ketika dia lahir.
Namun bolehkah mengadzani
bayi yang baru lahir lewat telepon? Misalnya, dikarenakan ayah si bayi tidak dapat
hadir saat bayi tersebut lahir.
Mengadzani
Bayi yang Baru Lahir
Guru kami, Syaikh
Ath-Thorifi ditanya mengenai keshahihan hadits adzan dan iqamah pada bayi saat
lahir. Ia menjawab, “Hadits yang menjelaskan tentang adzan pada telinga bayi saat
lahir tidaklah shahih. Hadits tersebut dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam
musnadnya, Abu Daud dalam sunannya, Tirmidzi dan Al-Bazzar dalam musnadnya,
Ath-Thabrani dalam Majmu’nya, Al- Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman, ‘Abdurrozaq
dalam Mushannafnya dari jalur ‘Ashim bin ‘Ubaidillah, dari ‘Ubaidillah bin ‘Abu
Rofi’, dari ayahnya, ia berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengadzani di telinga Al-Hasan bin ‘Ali ketika dilahirkan
oleh Fathimah seperti adzan untuk shalat.”
Dalam rantai sanadnya
terdapat ‘Ashim bin ‘Ubaidillah, di mana Abu Hatim menilainya, ” ‘Ashim itu
munkarul hadits, mudhthorib hadits, hadits yang ia riwayatkan tidak bisa
dijadikan sandaran. Ibnu Ma’in mendhaifkan haditsnya. Imam Bukhari menilai, dia
itu munkarul hadits.”
Dikeluarkan pula oleh Abu
Ya’la dari Husain, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Bayi mana saja yang dilahirkan lalu diadzankan di telinga kanan dan
diiqamahkan di telinga kiri, maka setan pun tidak akan mendatangkan mudharat
untuknya.” (HR. Abu Ya’la dalam musnadnya 6780). Di dalam rantai sanad tersebut
terdapat Marwan bin Salim Al Ghifariy, ia adalah perawi matruk.
Hadits tersebut
dikeluarkan pula oleh Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman, dari jalur Al-Hasan bin
‘Amr, dari Al-Qasim bin Muth’im, dari Manshur bin Shafiyah, dari Abu Ma’bad,
dari Ibnu ‘Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengadzani Al-Hasan
bin ‘Ali ketika hari lahirnya. Beliau mengadzankannya di telinga kanan dan
mengiqamahkan di telinga kiri.
Hadits di atas pun munkar.
Al-Hasan bin ‘Amr dikatakan pendusta oleh Imam Bukhari.
Intinya, tidak ada hadits
shahih yang mendukung tuntunan adzan di telinga bayi.” (Fatwa Syaikh Abdul Aziz
Ath Thorifi di website resmi beliau).
Kesunnahan mengadzankan
bayi saat lahir bukanlah suatu hal yang disepakati oleh para ulama. Sebagian
ulama menyatakan makruh (terlarang) mengadzankan. Inilah pendapat dari Imam
Malik rahimahullah.
Telah disebutkan dalam
Mawahibul Jalil karya Al-Hithab Al-Maliki rahimahullah, “Imam Malik memakruhkan
adzan di telinga bayi saat lahir.”
Disebutkan pula dalam
An-Nawadir tentang masalah akikah pada permasalahan khitan dan khidhob, “Imam
Malik mengingkari adanya adzan di telinga bayi saat lahir.”
Al-Jazuli menyebutkan
dalam Syarh Ar-Risalah bahwa sebagian ulama menganjurkan adzan di telinga bayi
saat lahir, begitu pula iqamah. Telah ada amalan dari kaum muslimin mengenai
hal itu.
Lewat
Telepon Handphone
Adapun mengadzani bayi
yang baru lahir bagi yang meyakini ada sunnahnya, hendaklah mengazani secara
langsung di telinga. Di sini tidak disyaratkan orang tua, dapat jadi orang lain
untuk menggantikan.
Namun kalau mau mengazani
via telepon (handphone) tidaklah masalah. Misalnya dikarenakan orang tua bayi
berada di daerah yang berbeda. Tidak ada dalil yang melarang hal ini. Namun
perlu jadi catatan penting, tidak boleh ada keyakinan hanya orang tertentu saja
yang boleh mengazani dan punya keistimewaan khusus dibanding lainnya.
Demikian penjelasan dari
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid dalam Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no.
183640 (https://islamqa.info/ar/183640)
Demikian penjelasan
tentang hukum adzan saat bayi baru lahir. Semoga bermanfaat.
Sumber:Rumaysho