Medianda
– Sahabat medianda Didunia ini ketika membahas mengenai hal kaya atau miskin
tentu membuat orang sangat sen*s1tif. Kaya dan miskin adalah sebuah realitas
yang obyektif, tidak sedikit orang yang harus menghadapi keadaan yang pahit.
Apalagi
dalam masyarakat Tiongkok hari ini, kesenjangan ekonomi sangatlah besar. Kaya
dan miskin menjadi kontradiksi yang cukup menonjok, dan layak untuk dibahas. Seorang
pakar ekonom mengatakan, jika kamu lahir dari keluarga yang kaya, itu adalah
hal yang patut disyukuri.
Jika
kamu lahir dari keluarga miskin, maka mau tidak mau kamu harus berjuang untuk
keluar dari kemiskinan. Dan untuk keluar dari kemiskinan tidaklah mudah,
biasanya kamu harus mengalami perubahan, kerja-keras dan perjuangan.
Banyak
yag mengatakan, lahir dari keluarga miskin sama sekali tidak menakutkan, yang
menakutkan adalah berada dalam lingkungan miskin yang membawa pemikiran miskin.
Tentunya,
tidak hanya keluarga miskin yang memiliki “cara berpikir yang miskin”.
Sebenarnya banyak orang yang dalam kehidupan sehari-harinya menggunakan cara
berpikir yang miskin. Dibawah ini, adalah bagaimana pakar keuangan menjelaskan
tentang “cara berpikir yang miskin”. Silahkan dipelajari.
1. Mengabaikan Harga Sebuah Waktu.
Seperti
kata pepatah, waktu adalah uang. Untuk segala bentuk kehidupan, waktu sangatlah
berharga. Namun banyak orang, dalam kehidupan sehari-harinya, menganggap rendah
nilai sebuah waktu.
Misalnya,
banyak investor yang bertanya pada para pakar ekonom, apakah ada buku yang
bagus untuk belajar investasi? Biasanya, saat para pakar ekonom ini sedang
tidak memegang buku yang dianjurkannya, maka mereka akan menyuruh para investor
untuk mencari-cari sendiri.
Selang
beberapa waktu, pakar ekonom ini bertanya kembai kepada investor tersebut,
apakah sudah membaca buku yang dianjurkan tersebut?
Dia
menjawab, “Belum, saya tidak menemukan buku yang gratis di internet. Saya
berencana akan ke perpustakaan saat waktu luang, jika ada maka saya akan
meminjamnya.”
Lihatlah,
berapa banyak waktu yang terbuang untuk mencari sebuah buku yang sebenarnya
harganya tak terlalu mahal. Demi menghemat sedikit biaya, ia telah membuang
banyak waktu yang seharusnya dapat dipakai untuk mempelajari pengetahuan
investasi.
2. Tidak Rela
Kehilangan Uang Yang Hangus
Apa
maksudnya uang yang hangus? Uang yang hangus adalah keputusan yang telah dibuat
dan terjadi, dan tidak dapat diubah lagi.
Misalnya
saat membeli tiket bioskop, saat menonton 10 menit pertama sudah menyadari
kalau filmnya tidak bagus, teknik syutingnya sembarangan, kostumnya jelek, dan
musiknya pun berantakan, benar-benar sebuah film yang tidak bagus.
Saat
itu sudah banyak orang yang meninggalkan studio, tapi karena kamu tidak rela
tiket bioskop mu hangus maka kamu tetap bertahan duduk dalam studio.
Yang
ingin disampaikan dalam kisah ini adalah, karena kamu tidak rela kehilangan
uang yang hangus, maka kamu memilih untuk membuang waktu mu di bioskop yang
sebenarnya bisa kamu pakai untuk mengerjakan hal lain.
3. Tidak Mampu
Berorientasi Pada Tujuan
Ini
terjadi pada diri pakar ekonom sendiri, banyak yang tidak mengerti, bagaimana
menjadi pakar ekonom, yang mengajarkan orang untuk keluar dari kemiskinan dan
menjadi orang kaya, namun sendirinya memiliki “cara berpikir yang miskin”.
Tentu
saja, ini adalah saat ia baru memulai karirnya. Saat anaknya sudah berumur 3
tahun dan segera akan mulai sekolah, mereka memikirkan untuk membeli rumah
dekat sekolah. Namun saat benar-benar dihitung, uang mereka tidak sanggup untuk
memntuk membayar DP.
Pemikiran
saat itu adalah menunggu uang terkumpul baru beli rumah, namun berbeda dengan
apa yang dipikirkan istrinya. Istrinya berpikir, saat sudah memliki tujuan,
maka pikirkanlah cara merealisasikannya. Ia pun mencari berbagai cara, bahkan
meminjam uang dengan kerabatnya, dan akhirnya uang untuk DP terkumpul.
Saat
itu, pemikiran sang pakar ekonom tersebut adalah sebuah “cara berpikir yang
miskin”, memikirkan ada berapa uang dahulu baru memikirkan mau beli rumah atau
tidak. Namun yang dipikirkan istrinya adalah berorientasi pada tujuan.
Memikirkan
mau beli rumah atau tidak, baru menghitung uang yang dibutuhkan, dan solusinya.
jika
sebuah tujuan tersebut adalah masuk akal, maka kita tidak boleh memakai “kurang
duit” sebagai alasan untuk menentukan tujuan tersebut.
Ini
adalah cara berpikir orang kaya.
Terakhir,
pakar ekonom membagikan beberapa cara untuk mengubah “cara berpikir yang
miskin” menjadi “cara berpikir yang kaya”.
1.
Bangun konsep “nilai waktu”, dan kurangi hal-hal yang membuang-buang waktu.
2.
Perlu diingat, “uang yang hangus” tidak dapat kembali lagi. Uang sudah
terbuang, jika membuang-buang waktu lagi, maka ini adalah pemborosan ganda.
3.
Latih pemikiran yang “berorientasi pada tujuan”, jika tujuan benar, uang pasti
ada solusinya.
4.
Kurangi membuat keputusan yang tak berarti. Misalnya, saat awal tahun aturlah
anggaran mu, agar jangan berkali-kali tidak seimbang. Misalnya lagi, saat ingin
menambah kemampuan diri dengan aktivitas (les bahasa, fitness, dll), pilihlah
yang paling penting untuk dilakukan.
5.
Kembangkan wawasan mu, pelajarilah hal yang mungkin sedang tidak dihadapi saat
ini, dan jangan hanya berfokus pada kondisi “sesaat”, bangun perencanaan dan
strategi jangka panjang.
Semoga
bermanfaat.
Sumber:cerpen.co.id