Medianda
– Sahabat medianda memiliki pasangan yang setia adalah merupakan impian semua
orang, tidak ada satupun orang yang hu*bungannya rusak.
Siapapun
pernah ingin bunuh diri, setidaknya sekali dalam hidupnya. Dan itupun kualami
sekitar 10 tahun yang lalu, saat aku sebagai seorang gadis di usia puncaknya
berhadapan dengan orang tua yang terlalu over protective, mengatur dan di
mataku hanya ingin menang sendiri dan ‘not to mention’ kepala batu. Terutama ayahku.
Dalam
kegalauan karena gagalnya kisah-kisah percintaan dan perjodohanku karena campur
tangan orang tuaku, aku nekat untuk mengakhiri hidup dengan caraku. Aku
mendaftarkan diri menjadi relawan untuk organisasi kemanusiaan yang memiliki
program khusus di daerah konflik dan rawan. Hal ini kusengaja selain sebagai
bentuk protesku kepada ayah dan ibuku, juga untuk menyelesaikan hidup penuh
frustasiku dengan harapan ada sebutir peluru yang mampir ke kepalaku atau
sebilah parang yang bisa mengakhiri hidupku. Sebuah pemikiran ekstrim untuk
seorang gadis di usiaku yang belum mencapai 30 tahun saat itu. Namun itulah
yang terjadi karena akumulasi kekecewaan sekaligus kemarahanku kepada ayah dan
ibuku.
Singkat
cerita aku meninggalkan orang tuaku dan keluargaku di Pulau Jawa. Selepas
wisuda sarjana di bidang medis, aku mulai berpetualang dengan tim relawan
dimana aku ditunjuk sebagai koordinatornya. Di daerah konflik yang aku datangi,
tugas kami hanyalah berkisar di antara masalah kesehatan, pemberdayaan masyarakat
dan hal-hal lain yang bersifat sosial dan kemanusiaan.
Untuk
memperlancar komunikasi dan mencairkan interaksi dengan penduduk asli, kami
dipandu oleh seorang pemuda lokal yang di mata masyarakat sesama sukunya,
adalah pemuda yang disegani dan cukup terpandang bukan saja karena garis
keturunannya yang berasal dari seorang ‘panglima perang’ sukunya, namun juga
karena kecerdasannya yang didapatkan saat menjadi aktivis di beberapa
organisasi lokal kedaerahan yang diikutinya. Di mataku dia sangat berbeda dengan
mitos yang ada serta anggapanku sebelumnya tentang sifat dan karakter dari
penduduk lokal, karena selain cerdas, dia juga sangat perhatian, lemah lembut
dan sangat melindungi kami, khususnya anggota tim yang perempuan.
Hingga
tak sadar muncul simpati dari hatiku yang notabene juga sedang mencari tambatan
atas segala kekecewaan yang telah membuatku berada di ambang frustasi. Kami
mulai saling memiliki ketertarikan dan kemudian ‘jatuh hati’. Namun sayang
seribu sayang, dia akhirnya mengakui bahwa dirinya telah memiliki pasangan dan
dengan pasangannya dia telah memiliki seorang anak laki-laki.
Aku
kaget, kecewa, patah hati dan kemudian berusaha untuk menjauh. Aku tak mau
menjadi ‘benalu’ bagi dirinya dan pasangannya. Bahkan demi menjaga agar tak
terjadi kesalahpahaman, akupun menemui perempuan yang menjadi pasangannya dan
berbicara dari hati ke hati. Kami sepakat untuk saling menghormati dan saling
menjaga perasaan masing-masing sebagai perempuan yang terlanjur sama-sama
menyayangi laki-laki yang sama. Tepatnya aku mengalah.
Tapi
yang terjadi selanjutnya adalah sesuatu yang biasa terjadi pada sebuah cinta
segitiga. Singkatnya seluruh faktor yang melingkupi hubungan kami pada waktu
itu justru semakin mendekatkan kami, terutama dia yang ternyata tak mau kehilangan
aku. Hingga pada satu moment akhirnya terjadilah apa yang harus terjadi, si
perempuan pasangannya meninggalkan dirinya dan anak laki-lakinya karena
pertikaian terus terjadi pada mereka berdua.
Dengan
sumpah serapahnya, perempuan yang merupakan pasangan dari laki-laki itu
menimpakan kesalahan pada diriku. Aku dianggap sebagai biang keladi retaknya
hubungan cinta mereka, ayah kandung anak laki-lakinya.
Akupun
merasa bersalah, mencoba melarikan diri darinya. Namun dalam pelarian dan
persembunyianku darinya, justru kondisi ragaku tak mampu mendukung niatku.
Akupun jatuh sakit dan dialah yang merawatku setelah dengan berbagai cara bisa
menemukanku. Dan dalam kegalauan terpuncak yang bisa dirasakan oleh seorang
perempuan, akhirnya aku meminta dia untuk ‘menikahiku atau meninggalkanku’, dan
tentu saja dia menikahiku walau harus memeluk agama keyakinanku sebagai sarat
mutlaknya.
Kami
menikah, tanpa restu dan kehadiran kedua orang tuaku (yang memang tak
kuinginkan terjadi, karena aku tahu pasti mereka akan menolak mentah-mentah
‘kegilaanku’ ini). Kami segera dikaruniai anak perempuan yang lucu, dan rumah
tangga kamipun sempat berjalan selama hampir 7 tahun lamanya, saat akhirnya
kusadari bahwa ‘pemberontakan’ terbesarku, upaya ‘mengakhiri hidupku’ justru
mengarahkanku pada jalan berliku yang menuntunku pada satu hal.
Kemarahanku
kepada orang tuaku sekian tahun lalu, nyatanya berbalik memukulku dengan sangat
keras dan nyata. Di akhir tahun ke 7 pernikahanku dengannya, kami bercerai. Dan
alasan perceraian kami, tidak kurang dan tidak lebih sama dengan kisah yang
mengawali seluruh kisah percintaan kami, yakni: cinta segitiga.
Ya,
aku yang pernah menjadi ‘orang ketiga’ untuk hubungan cinta antara dua anak
manusia akhirnya harus memainkan peran yang berbeda dalam sebuah cinta segitia.
Dan sekali lagi, seolah semua perjalanan dalam sepenggal hidupku ini telah
menunjukkan bahwa; murkaku kepada orang tuaku di masa gadisku dulu, kini
akhirnya berbalik dengan keras meninjuku. Telak.
“What
goes around, comes around…”
Kini,
10 tahun sejak pertemuanku dengan dia, aku tinggal dengan anak perempuanku,
kembali ke Pulau Jawa dan menekuni kembali perjalanan hidupku. Aku bukan
sebagai gadis muda yang mencari mati seperti dulu, namun menjadi ibu dan single
parent yang berusaha untuk tetap hidup dan menjalani kehidupan bagi anak
perempuanku.
Karena
kenyataannya, sampai hari ini, anak perempuanku yang belum berusia 4 tahunpun,
belum pernah sama sekali pun bertemu dan melihat ayah kandungnya. Pemuda kekar
yang melindungiku dan menjauhkanku dari berbagai macam peluru dan parang yang
saat itu justru kunanti dan kucari sebagai cara untuk mengakhiri hidupku. Dan
ini semua mungkin juga karena doa dari ayah ibuku yang kinipun telah tiada.
(Dikutip dari cerita perempuan hebat yang ingin memberikan sebuah kisah
inspiratif kepada para perempuan lainnya).
Sumber:
wajibbaca.com