Medianda
– Sahabat medianda durhaka kepada kedua orang tua adalah merupakan dosa besar,
sudah merupakan kewajiban seorang anak selalu berbuat baik kepada bapak dan
ibunya.
“Dan
kami wasiatkan (perintahkan) kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua
ibu-bapaknya. Ibunya mengandungnya dengan letih dan payah. Dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepadaKulah kembalimu.” (QS. Luqman : 14)
Demikian,
melalui firmanNya telah Allah perintahkan kepada manusia untuk berbuat baik
terhadap kedua orang tuanya, terutama ibu. Sebab ia telah mengandung, diiringi
rasa letih dan payah selama sembilan bulan lamanya, hingga tiba masa persalinan
dimana seorang ibu berjuang merintih mempertaruhkan nyawa untuk melahirkan buah
hatinya ke dunia.
Menyadari
besarnya pengorbanan dan jasa kasih ibu yang tak ternilai harganya itu, maka
tidaklah patut bila kita sampai hati untuk berbuat durhaka kepadanya. Orang –
orang yang tega melukai dan berbuat dzalim terhadap ibunya, adalah orang –
orang yang tidak bersyukur dan buta akan jasa – jasa ibu yang telah
mengandungnya selama ini. Maka tak pelak, bilamana Allah kemudian menimpakan
adzab yang pedih bagi orang – orang yang demikian.
Sahabat
medianda kisah – kisah nyata mengenai orang – orang yang telah berbuat durhaka
terhadap ibunya telah banyak kita saksikan dalam sejarah, sejak zaman
Rasulullah hingga zaman modern sekarang ini. Umumnya mereka pada akhirnya tertimpa
suatu kenelangsaan yang menyedihkan. Itulah balasan yang Allah timpakan
terhadap mereka. Seperti salah satu kisah yang terjadi di sebuah pinggiran kota
Medan, Sumatera Utara berikut ini.
Sebut
saja Ramli (nama samaran) yang tinggal bersama istri dan enam orang anaknya di
sebuah kampung di Sumatera Utara. Salah satu anaknya yang memiliki wajah tampan
yakni bernama Rasim (nama samaran).
Menurut
penuturan sahabat karibnya sejak kecil, Ustadz Hasmar Manan, Rasim tumbuh
sebagaimana umumnya anak – anak lain, ia ikut belajar sholat dan mengaji
bersama.
“Saya
ini temannya sejak kecil, kami sekolah dan mengaji bersama – sama. Kebetulan di
dekat rumah kami ada sungai, sehingga kami sering berenang kesana. Dia pandai
berenang,” cerita ustadz Hasmar Manan ihwal sahabat masa kecilnya itu.
Hingga
menginjak usia dewasa, Rasim dikabarkan telah belajar ilmu kanuragan atau ilmu
kesaktian. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, ilmu yang dipejarinya
yaitu ilmu perempuan. Hal ini tak pelak telah membawanya pada banyak perubahan
yang agaknya kurang lazim. Bagaimana tidak, ia sering terlihat memakai bedak
dan berdandan secara tak wajar. Sesungguhnya Rasim sendiri telah memiliki roman
tampan dan gagah, akan tetapi dandanan di wajahnya yang begitu mencolok dan
kurang selaras dalam ukuran orang kampung kemudian membuat masyarakat setempat
merasa terheran – heran.
Selain
daripada itu, bahkan Rasim juga berubah menjadi lelaki yang memiliki perangai
pongah dan sombong. Ia kerapkali marah dan bersiul – siul tatkala melihat orang
yang melintas di ladang, celakanya ia juga marah ketika mendapati orang yang
lewat di depannya tidak menunjukkan rasa hormat kepadanya.
Menurut
masyarakat setempat, Rasim berguru ilmu kesaktian itu kepada seseorang di
sebuah desa dekat kampungnya. Namun sayangnya, gurunya itu meninggal sebelum
ilmu yang dipelajari Rasim kepada gurunya itu sempurna. Sehingga orang – orang
membuat dugaan bahwa ilmu yang belum sempurna itulah yang merubahnya menjadi
sedikit bertingkah aneh.
Namun,
rupanya sikap paling buruknya yang kerapkali tampak di mata masyarakat setempat
adalah lelaku kasar Rasim terhadap ibunya. Sejak mempelajari ilmu kesaktian
itu, selain gemar berdandan dan bertingkah aneh, Rasim juga disinyalir telah mengalami
kerenggangan hubungan dengan ibunya. Orang – orang kampung sering menjumpainya
bersikap kasar dan semena – mena terhadap ibunya yang telah tua itu.
Sahabat
medianda setiap hari, selalu ada saja sesuatu yang diminta Rasim, baik uang
maupun makanan. Namun, celakanya bila permintaannya itu tidak terpenuhi, Rasim
bisa marah – marah dan tidak mau tahu akan kondisi ibunya.
Ramli
selaku ayah Rasim sendiri telah letih mengatasi anaknya itu, ia heran akan
sikap anaknya yang kini kasar dan begitu berani terhadap orang tuanya. Tidak
sekali dua kali ia menasehati anaknya itu supaya tidak berbuat kasar lagi
terhadap ibu dan saudara – saudaranya. Namun rupanya, petuah itu tak sedikitpun
tak digubrinya. Malah Rasim semakin keras dan tak mau peduli, bahkan ia mulai
berani melawan ayahnya.
Puncak
kebejatan lelaku Rasim, adalah tatkala ia nekat menendang ibunya yang sedang
melaksanakan shalat. Entah apa yang melatarbelakangi kenekatan lelaki durhaka
itu, namun menurut penuturan salah seorang warga, saat itu Rasim baru saja
pulang dari suatu tempat. Karena rasa lapar yang bergejolak di perutnya, ia pun
berjalan ke dapur untuk mencari sesuatu untuk dimakan, namun tak ia dapati
suatu makanan apapun di dapur. Dengan diselingi rasa kesal dan marah, Rasim
kemudian bergegas mencari ibunya hingga kemudian ia dapati wanita itu sedang
melaksanakan shalat. Tanpa pikir panjang, karena rasa kesal yang membuncah,
lelaki itu pun tega menendang ibunya dari belakang. Perempuan itu lantas tak
berdaya, ia tersungkur dan merintih kesakitan. Setelah puas melihat ibunya
meringis, lelaki durhaka itupun berlalu pergi tanpa sedikitpun merasa bersalah
atas apa yang telah dilakukannya.
Namun
ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa kekejaman Rasim menendang ibunya
disebabkan karena permintaannya yang tidak dipenuhi.
“Ada
beberapa kali ia bersikap kasar terhadap ibunya. Bahkan pernah dilihat oleh
mata adiknya sendiri , emaknya lagi shalat ditunjang. Adiknya lihat kadang –
kadang kalau minta duit atau keinginannya tidak dipenuhi ia marah.” Ujar Ustadz
Hasmar Manan.
Semenjak
kejadian itu, keganjilan pun mulai muncul pada diri Rasim. Ia terlihat seolah –
olah pikirannya telah kacau, anehnya lagi ia berubah menjadi pribadi yang malu
dengan semua orang. Tiapkali hendak bertemu dengan seseorang, ia selalu berlari
menghindar. Hingga pada suatu hari, ibunya pun meninggal dunia. Rasim semakin
banyak murung dan melamun seperti kebingungan. Bahkan jikalau ada orang yang
mendekat menyapanya, Rasim tidak membalas sepatah katapun, kecuali bungkam
seraya melanjutkan pelamunannya.
Waktu
kian berjalan. Rasim terlihat semakin menyedihkan sekaligus memprihatinkan.
Lelaki berusia 30an itu kerapkali terlihat berdiri di depan pintu seperti
menunggu sesuatu. Lebih anehnya lagi, ia kerapkali terlihat berdiri menggunakan
satu kaki saja, sementara kaki yang lainnya ia angkat dan ia sandarkan ke kaki yang digunakannya untuk berdiri menopang
seluruh badannya. Jika lelah, ia pun menopang tubuhnya menggunakan kaki
sebelumnya ia sandarkan ke kaki penopangnya. Hal ini terus – menerus
berlangsung secara bergantian dari kaki kiri ke kaki kanan selama lima belas
tahunan lamanya.
“Kadang
– kadang ia mengantuk, lalu jatuh. Tapi ia segera berdiri lagi, ia tidak mau
masuk ke rumah. Selama sekitar 15 tahun ia seperti itu terus.” Cerita Ustadz
Hasmar Manan.
Warga
setempat heran melihat tingkah laku Rasim, tentu saja mereka mengaitkan apa
yang menimpa Rasim dengan perbuatannya dahulu menendang ibunya yang sedang
sholat. Mereka beranggapan bahwa mungkin agaknya meski Rasim masih memiliki
kedua kakinya yang utuh, namun sejatinya Rasim hanya memiliki satu kaki saja.
Sebab kedua kakinya itu tak bisa dipakainya secara bersamaan melainkan harus
bergantian, hingga lelaki itu pun hanya bisa berdiri menggunakan satu kaki.
Mungkin inilah pembalasan yang ditimpakan Allah kepada lelaki durhaka itu.
Sahabat
medianda demikianlah perilaku Rasim, tiap hari selama bertahun – tahun lamanya
ia masih terpaku berdiri dengan satu kakinya di depan pintu. Ia sama sekali tak
pernah beranjak dari tempatnya itu, makan, minum, buang air dan segala
aktivitas lain pun ia lakukan di tempat yang sama. Akibatnya, kakinya pun
membengkak. Melalui apa yang menimpa Rasim, mungkin barangkali Allah hendak
menampakkan kepada kita akibat dan balasan yang diperoleh orang – orang yang
berbuat durhaka terhadap ibunya. Hal ini bukan lain supaya kita dapat memetik hikmah
dan pejaran yang patutnya dapat kita jadikan iktibar supaya tidak mengalami hal
yang sama.
Kabar
mengenai adzab yang diterima Rasim akhirnya merebak ke seluruh penjuru kota
Medan, Sumatera Utara. Hal ini sempat membuat aparat pemerintah setempat merasa
malu sebab di kabupaten tersebut hendak diselenggarakan Musabaqah Tilawatil
Quran tingkat Sumatera Utara. Dengan hal ini, kemudian pihak aparat pemerintah
setempat sempat mencoba membawa Rasim ke Rumah Sakit untuk menjalani
pengobatan. Namun nampaknya usaha ini sia – sia, penyakit yang diderita rasim
tak lagi bisa sembuh hingga Rasim pun kembali ke tempatnya semula dan kembali
berdiri mematung menggunakan satu kakinya. Demikian yang Rasim lakukan selama
lima belas tahun lamanya hingga akhir hayatnya.
Masya
Allah, semoga kita semua dapat mengambil pelajaran dari kisah diatas. Aamiin.
Postshare