Medianda
– Sahabat medianda tidak ada satu orang pun yang mau ditinggal oleh pasangan
hidupnya meski semua itu tidak bisa dihindari ketika takdir Allah menghampiri. Memang
semua harus ikhlas sebab semua yang ada didunia termasuk suami adalah hanya
titipan Allah. Jadi janda? Status yang satu ini mungkin bagi sebagian besar
perempuan terdengar sangat mengerikan. Betapa tidak, di masyarakat Timur yang
sebagian besar masih menganggap bahwa perkawinan yang sempurna adalah
bersatunya sepasang suami istri, status janda adalah kondisi yang sebisa
mungkin dihindari, namun sebagai manusia perjalanan hidup tetap harus dijalani
meski ditinggal suami karena meninggal dunia atau bercerai yang bisa terjadi pada
siapa saja.
Menyandang
status janda bagi perempuan di negeri ini berarti menanggung beban cibiran,
anggapan miring, dan kesendirian memikul beban materi maupun psikis. Mayoritas,
pengakuan mereka yang hidup menjanda adalah sulitnya mendapatkan tempat yang
layak dalam masyarakat. Padahal, status sebagai janda tak berbeda dengan status
gadis, perjaka, istri, suami, atau duda sekalipun.
Sahabat
medianda berbicara mengenai janda, apalagi yang telah ditinggal menghadap Sang
Kuasa oleh suami, banyak dari mereka yang tak sanggup menahan luka, sehingga
membuat para wanita tersebut berani mengambil sumpah untuk tetap setia kepada
si suami dan tak akan menikah dengan pria lain. Lantas, bagaimana dalam Islam
memandang hal tersebut?
Bila
suami sudah meninggal dunia maka si istri berhak menikah lagi dengan pria lain
setelah masa iddahnya sudah selesai. Tidak ada hak pihak mantan suami meminta
janji agar istrinya tidak menikah lagi ketika dia meninggal dunia, begitupun
istri ke suaminya.
Janji
semacam ini tidak dibolehkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana
dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Ash-Saghir
dari Ummu Mubasysyir Al-Anshariyyah bahwa Rasulullah melamarnya (dalam riwayat
lain melamarnya untuk Zaid bin Haritsah) maka dia berkata, “Aku telah berjanji
kepada suamiku untuk tidak menikah lagi sepeninggalnya.” Maka Rasulullah
besabda, “Itu tidak boleh.”
Dalam
riwayat Al-Bukhari di Tarikh Al-Kabir Rasulullah mempersilahkannya untuk
memilih dan boleh menikah lagi.[3] Hadits ini dianggap hasan oleh Al-Albani
dalam As-Silsilah Ash-Shahihah, no. 608.
Sahabat
medianda apabila sudah terlanjur bersumpah menyebut nama Allah ketika mengucap
janji itu maka harus dibatalkan dengan membayar kaffarah sumpah. Ini
berdasarkan hadits dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda,
“Barangsiapa
yang bersumpah dengan suatu janji lalu dia melihat ada yang lebih baik dari
janji itu maka hendaklah dia melakukannya (yang membatalkan janji itu –penerj)
dan membayar kaffarah atas sumpahnya tadi.” (HR. Muslim, no. 1650).
Kaffarah
sumpah adalah sebagaimana yang dijelaskan detil dalam Al-Quran surah Al-Maidah
ayat 89 yaitu memberi makan sepuluh orang miskin atau memberi pakaian ke
sepuluh orang miskin, atau membebaskan budak. Kalau tidak sanggup maka berpuasa
selama tiga hari.
Apabila
datang lelaki shalih yang melamar maka hendaklah diterima supaya tidak terkena
ancaman Rasulullah dalam sebuah hadits,
“Jika
ada yang datang melamar seorang yang kamu ridhai agama dan akhlaknya maka
nikahkanlah dia. Kalau tidak kalian lakukan niscaya akan terjadi fitnah
(keguncangan) dan kerusakan di bumi.” (HR. At-Tirmidzi, no. 1085).
Belajar
dari Ummu Salamah, alangkah indah bila pernikahan seorang janda Muslimah lebih
baik dari pernikahan sebelumnya. Hal ini sangat penting karena seorang janda
pasti telah memiliki pengalaman hidup bersama suaminya yang terdahulu. Bila
pernikahan selanjutnya tidak lebih baik dibanding pernikahan yang sebelumnya,
pasti akan banyak penyesalan yang menjelma.
Karena
itu, seorang janda Muslimah sebaiknya lebih berhati-hati dalam memilih calon
suami yang akan mendampinginya. Ibunda Khadijah pun mengajarkan yang demikan.
Beliau sangat selektif dalam memilih pasangan hidupnya. Hampir seluruh pemuka
bangsa Arab menawarkan pinangan, tetapi beliau tetap diam dalam keagungannya.
Bersabarlah.
Tetaplah istikamah dalam kebaikan yang senantiasa kita hadirkan dalam setiap
langkah. Sebab, Islam telah mengajarkan melalui teladan Ibunda Khadijah, Ummu
Salamah, dan Cut Nyak Dhien bahwa menikah kembali sama sekali bukan karena
alasan sepele. Melainkan karena alasan-alasan besar untuk mewujudkan cita-cita
yang besar pula.