Medianda
– Sahabat medianda Setiap manusia tentu pernah melakukan yang namanya dosa,akan
tetapi semua manusia tentu ingin masuk surga. namun tahukah Anda bahwasanya ada
sebuah sungai jernih yang mengalir di depan pintu rumah seorang Muslim.
Rasulullah memerintahkan kita untuk mandi dengannya lima kali sehari.
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda, “Bagaimana pendapat kalian seandainya di depan pintu seorang
dari kalian terdapat sebuah sungai. Setiap hari ia mandi lima kali di dalamnya.
Apakah masih ada kotoran yang melekat di tubuhnya?” Mereka menjawab, “Tidak
ada!” Rasulullah berkata, “Itulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya
Allah menghapus semua kesalahan.” (Muttafaq ‘Alaih)
Seperti
kita ketahui bahwa Shalat adalah “komunikasi langsung” antara hamba dengan sang
Khaliq. Langsung karena tidak boleh “diwakilkan” oleh orang lain. Atau, tidak
boleh digantikan oleh amalan apapun, karena ia sarana percakapan hamba dengan
penciptanya.
Sahabat
medianda sungguh indah kehidupan seorang muslim dengan Allah. Setiap hari, lima
kali ia menghadap kepada-Nya. Belum lagi shalat-shalat tambahan (nawafil),
seperti dhuha, witir, tahajud, hajat, dan sebagainya. Saat itulah sang hamba
memuji Tuhannya, mensucikan, memohon pertolongan, meminta rahmat, hidayah dan
ampunan kepada-Nya.
Shalat,
menurut Rasulullah shallallahu alaihi wasallam seperti sungai yang mengalir di
depan pintu rumah seorang Muslim.
Dari
Jabir radhiyallahu ‘anhu: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
“Perumpamaan shalat lima waktu seperti sebuah sungai yang melimpah, yang
mengalir di depan pintu rumah seorang dari kalian. Ia mandi di dalamnya setiap
hari lima kali.” (HR Muslim).
Subhanallah!
Begitu pemurahnya Allah kepada kita. Dosa-dosa kita dihapus hanya dengan shalat
lima waktu. Kesalahan kita berguguran di sungai “penghapus dosa”. Tidak ada
kenikmatan, selain kenikmatan bermunajat kepada Allah lewat shalat. Shalat
dijadikan oleh Rasulullah SAW sebagai “permata hati” (qurah ‘ain).
Dalam
sebuah haditsnya yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam berkata kepada Bilal, “Ya Bilal! Aqim al-shalah wa arihna biha
(Hai Bilal! Dirikanlah shalat dan rehatkan kami dengannya). Bahkan akhir dari
wasiat beliau adalah “shalat” (HR Ibnu Majah).
Pertanyaannya
adalah: shalat yang bagaimanakah yang berfungsi sebagai “sungai penghapus dosa”
itu?
Yang
kesatu, shalat yang senantiasa dilakukan di awal waktunya. Shalat inilah yang
dicintai oleh Allah SWT. Hal ini dijelaskan oleh Nabi saw dalam haditsnya yang
diriwayatkan oleh Abdullah ibn Mas ‘ud: “Aku bertanya kepada Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam “Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah?”
Beliau menjawab, “Shalat pada waktunya!” Aku bertanya lagi, “Lalu apa?”
“Berbakti kepada kedua orangtua,” jawab beliau. Lalu aku bertanya lagi,
“Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab, “Jihad di jalan Allah” (Muttafaq ‘Alaih).
“Hendaklah
kalian mengingat Tuhan kalian, dan shalatlah kalian di awal waktu. Sesungguhnya
Allah ‘Azza wa Jalla melipatgandakan pahala kalian” (HR.Al-Thabrani)
Yang
kedua, shalat yang khusyu’. Shalat yang khusyu’ adalah shalat seorang Mukmin
yang benar-benar mendapat “kesuksesan” dari Allah. Karena khusyu’ dalam shalat
adalah dambaan setiap Muslim yang mengerjakan shalat. Meskpun khusyu’ itu boleh
dikatakan tidak merata alias relatif. Namun, berusaha untuk khusyu’ dalam
shalat adalah usaha yang sangat baik. Allah SWT berfirman, “Sungguh
beruntunglah orang-orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam
shalatnya.” (Qs. Al-Mu’minun: 1-2).
Tentunya
untuk khusyu’ ada kiat-kiat khusus di dalamnya. Di antaranya adalah dengan cara
“memperbaiki cara berwudhu”. Wudhu yang tidak sempurnya, akan menimbulkan rasa
was-was dalam hati. Wudhu yang asal jadi hanya menyia-nyiakan air. Itulah
mubadzir, dan mubadzir adalah perbuatan syaitan.
“Tidak
seorang Muslim pun yang berwudhu, kemudian ia memperbagus wudhu’nya, lalu ia
mendirikan shalat dua rakaat. Dengan dua rakaat itu ia benar-benar menghadapkan
hatinya dan wajahnya, melainkan ia wajib memperoleh surga.” (HR Muslim).
Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Seburuk-buruk manusia adalah yang
mencuri shalatnya.” Mereka bertanya, “Bagaimana seseorang mencuri shalatnya?”
Beliau menjawab, “Ruku’ dan sujudnya tidak sempurna” (HR Ahmad). Inilah mungkin
model shalat “patok ayam”.
Selain
itu, shalat yang khusyu’ adalah “media” untuk menggapai ampunan Allah SWT. Nabi
saw bersabda, “Barangsiapa yang berwudhu dan memperbagus wudhu’nya. Kemudian ia
shalat sebanyak dua rakaat atau empat rakaat, baik itu shalat wajib (maktûbah)
atau selainnya (shalat sunnah), dimana ia ruku dan sujud dengan baik kemudian
meminta ampun kepada Allah, niscaya Allah mengampunkannya.” (HR. Al-Thabrani).
Yang
ketiga, shalat yang dilakukan dengan ikhlas. Amal adalah “jasad”, dan ruhnya
adalah “ikhlas”. Shalat yang dilakukan dengan niat agar dilihat orang sebagai
orang yang rajin shalat adalah shalat yang hanya menghabiskan energi. Dalam
setiap ibadah, Allah senantiasa menganjurkan kita untuk “ikhlas” dan mengharap
ridha dari-Nya. Shalat yang hanya sekedar “menggugurkan” kewajiban adalah
shalat yang tidak banyak memberikan bekas dalam kehidupan.
Allah
subhanahu wa ta’ala menjelaskan, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama…”
(Qs. Al-Bayyinah: 5).
Sahabat
medianda Insya Allah, shalat yang demikian adalah shalat yang diibaratkan oleh
Rasulullah sebagai ‘sungai’ sungai penghapus dosa, yang menghanyutkan kesalahan
kita. Tentunya dosa bukan karena hak adami, Namun karena dosa-dosa kita terhadap
Allah subhanahu wata’ala.
Sahabat
medianda semoga shalat yang kita lakukan selama ini menjadi shalat yang
benar-benar diterima oleh Allah SWT, sehingga dosa-dosa dan kesalahan kita
terhadap Allah “layak” untuk dihapus dan dihanyutkan. Wallahu a’lam bisshawab.
Semoga
bermanfaat.
Sumber : kabarmakkah.com